Dr. apt. Lusy Noviani, MM,
Praktisi, dan Dosen FKIK Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
lusy.noviani@atmajaya.ac.id
BUDAYA tolong menolong dan saling peduli sudah berakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Namun membantu kerabat, dengan membagi obat ternyata bukan sikap menolong, namun bisa membahayakan.
Hal itu karena ‘tidak semua gejala yang sama, penyakitnya sama’.
Sebagai contoh, seorang kerabat mengeluh batuk, hidung tersumbat, radang tenggorokan, disertai demam.
Dari gejala diatas apakah pasien mengalami influenza, rhinitis alergi, atau Faringitis?
Gambar 1. Perbandingan Diagnosis dan Gejala Penyakit yang hampir sama
Meski keluhan dan kondisi kesehatan anda sama, bukan berarti obat yang dibutuhkan untuk meredakan keluhan tersebut dapat disamakan.
Bukannya menjadi lebih sehat, berbagi obat bisa berbahaya bagi tubuh, apalagi bila yang digunakan bersama adalah obat resep dokter.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi dasar seorang dokter menuliskan resep obat untuk pasien.
Misalnya, usia, berat badan, jenis kelamin, riwayat penyakit tertentu, dan gejala-gejala yang dialami pasien.
Contoh golongan statin, kita mengenal High intensity statin, moderate, intensity statins, dan low intensity statin, yang memiliki tujuan berbeda dalam menurunkan kolesterol LDL.
Pada pasien dengan risiko tinggi dengan riwayat kardiovaskular dan DM tipe 2 yang diresepkan High intensity statinatorvastatin 40 mg, akan berisiko bila pasien mengganti obat dengan simvastatin 10 mg ( low intensity statin) .
Gambar 2. Intensitas Statin berdasarkan golongannya
Hal ini tentu akan berbeda antara satu orang dengan lainnya alias tidak bisa ‘dipukul rata’ begitu saja.
Untuk itu sebaiknya obat digunakan sesuai dengan dosis dan cara pemakaian yang telah diberikan, dan tidak menentukan dosis obat secara mandiri.
Tindakan ini bisa sangat berbahaya, karena malah akan berisiko menimbulkan terjadinya efek samping merugikan.
Jadi, bila kamu benar benar sayang sama kerabatmu, think twice ya bila mau berbagi obat.***