BAHASA sangat penting dalam industri farmasi. Bahasa menentukan seberapa mudah informasi penting tentang obat dipahami dan digunakan secara tepat oleh tenaga medis, apoteker, dokter, dan pasien.
Dalam bidang farmasi di Indonesia, penggunaan bahasa, terutama Bahasa Indonesia, menghadapi berbagai masalah yang dapat memengaruhi pelayanan kesehatan dan keamanan pasien.
Masalah itu terutama dalam terminologi farmasi, dominasi istilah asing, terutama dari bahasa Inggris dan Latin, merupakan hambatan utama.
Ketika pasien perlu memahami resep, dosis, atau instruksi penggunaan obat yang diberikan oleh dokter atau apoteker, hal ini menjadi masalah.
Istilah-istilah farmasi sebagian besar teknis dan sulit dipahami oleh masyarakat awam.
Sebagai contoh, tenaga profesional sering menggunakan istilah farmasi seperti analgesik, antipiretik, atau antiemetik. Kebanyakan orang tidak memahami artinya.
Meskipun ada upaya yang dilakukan untuk menerjemahkan istilah-istilah tersebut ke dalam Bahasa Indonesia, banyak yang tidak familiar atau bingung, sehingga pasien seringkali tidak benar-benar memahami fungsi atau cara kerja obat yang mereka ambil.
Selain istilah teknis, ada masalah lain terkait dengan bahasa medis yang rumit yang digunakan dalam komunikasi tertulis dan lisan antara pasien dan tenaga kesehatan.
Seorang apoteker mungkin memberi tahu pasien tentang cara minum obat dengan benar, tetapi mereka mungkin menggunakan bahasa yang tidak ramah atau terlalu teknis bagi pasien yang tidak tahu banyak tentang medis.
Hal ini dapat terjadi karena pasien salah memahami petunjuk, yang dapat menyebabkan kesalahan dalam penggunaan obat, overdosis, atau efek samping yang tidak diinginkan.
Untuk memastikan pasien mendapatkan informasi yang benar, komunikasi yang jelas dan efektif sangat penting.
Baik apoteker maupun pasien seringkali bingung tentang penggunaan bahasa Latin atau singkatan medis saat menulis resep.
Penggunaan singkatan seperti “t.i.d.”, yang berarti “tiga kali sehari”, atau “q.d.”, yang berarti “sekali sehari”, adalah contoh penggunaan bahasa yang lebih sulit dipahami oleh masyarakat awam.
Singkatan ini banyak digunakan oleh dokter dan apoteker, namun ada kemungkinan tafsiran yang salah atau tidak jelas.
Selain itu, ada kekurangan literatur farmasi dalam bahasa Indonesia.
Banyak buku teks, jurnal, dan referensi penting yang digunakan dalam pendidikan farmasi dan praktik sehari-hari tersedia dalam bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya.