PADA tulisan “Resistensi Antibiotik: Penyebab, Dampak, dan Cara Pencegahannya” telah dijelaskan oleh sejawat apt. Agus Purnomo, MM., perilaku apa saja yang dapat menyebabkan resistensi antibiotik, apa yang menjadi dampak bila sampai resistensi terjadi, dan bagaimana cara mencegahnya.
Namun, bagaimana sebenarnya mekanisme sampai resistensi antibiotik bisa terjadi? Mengapa menggunakan antibiotik secara tidak tepat baik oleh manusia atau penggunaan pada hewan ternak bisa menyebabkan resistensi antibiotik?
Tulisan ini akan mengulas lebih dalam mekanisme terjadinya resistensi antibiotik.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
Tubuh kita tidak hanya mengandung susunan materi genetik, gula, protein, dan lemak. Tubuh kita juga menjadi inang bagi milyaran mikroba baik yang sering kita sebut sebagai flora normal.
Mikroba baik dalam tubuh kita berperan dalam mencerna asupan makanan yang kita makan setiap hari, produksi vitamin, stimulasi pematangan sel, stimulasi sistem imun, dan membantu dalam proses pencernaan di usus halus serta usus besar.
Oleh karena itu keberadaan mikroba baik harus kita jaga. Salah satunya dengan tidak minum antibiotik secara sembarangan. Mengapa demikian?
Antibiotik bekerja menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuh mikroba. Antibiotik tidak mengenal mana mikroba jahat mana mikroba baik. Jadi, Ketika seseorang minum antibiotik, maka baik mikroba jahat maupun baik di dalam tubuhnya akan mati.
Layaknya seluruh makhluk hidup di dunia ini yang berusaha bertahan hidup, begitu pun mikroba.
Apabila seseorang minum antibiotik secara tidak tepat, baik itu tidak sesuai indikasi atau tidak dihabiskan, maka mikroba di dalam tubuh akan berusaha mempertahankan diri.
Cara mikroba di dalam tubuh mempertahankan diri adalah dengan membentuk faktor-faktor resistensi.
Faktor-faktor resistensi itu misalnya dengan sengaja membuat dinding sel tidak bisa ditembus molekul obat, membuat mekanisme agar bisa membuang molekul obat sesegera mungkin, atau memiliki mekanisme agar molekul obat tidak bisa bekerja di sel mikroba.
Faktor-faktor resistensi ini akan dikembangkan baik oleh mikroba baik maupun mikroba jahat.
Apabila mikroba baik membentuk resistensi akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat, maka saat terjadi infeksi oleh mikroba jahat ke dalam tubuh manusia, mikroba baik mampu memberikan resistensi yang sama pada mikroba jahat tadi.
Akibatnya, mikroba jahat memiliki faktor resistensi dan akhirnya sulit untuk dihambat atau dibunuh oleh antibiotik yang kita minum.
Karena mikroba jahat sulit untuk dibunuh, antibiotik yang dikonsumsi menjadi tidak bermanfaat dengan baik, sakit menjadi lebih lama, dan mungkin akan lebih parah.