“Konseling menjadi salah satu cara apoteker untuk mempromosikan layanan kesehatan yang lebih baik, sehingga dapat membantu lebih banyak orang dalam proses penyembuhan. Apoteker adalah tempat bertanya tentang obat. Kepercayaan pasien adalah kunci keberhasilan nilai seorang apoteker,” tutur Rahmato, alumni Master of Pharmacy dari Alberta University, Kanada.
Rahmato juga mengangkat kisah tragedi Thalidomide, obat yang pernah digunakan untuk mengatasi mual pada wanita hamil, namun menyebabkan cacat lahir serius pada ribuan anak.
“Ke depan, apoteker harus mencegah tragedi seperti ini agar tidak terulang kembali,” ujarnya.
“Apoteker adalah pahlawan,” lanjut Rahmato. “Obat-obatan harus dikelola dengan baik, mulai dari proses produksi, distribusi, hingga pelayanan, untuk menjamin kualitas obat dari bahan awal hingga dikonsumsi pasien.
Untuk itu, diperlukan intelektualitas, integritas, kepemimpinan, dan moralitas dari seorang apoteker dalam menjalankan tugasnya.”
Rahmato menekankan bahwa apoteker tidak hanya berperan di belakang layar, tetapi juga harus tampil aktif dalam pelayanan. “Apoteker meningkatkan kepatuhan pengobatan.
Mereka adalah penyedia layanan kesehatan yang kompeten, berkomunikasi secara efektif, dan mampu mengevaluasi berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan pasien dalam mematuhi pengobatan,” pungkasnya