HOME

SIARAN PERS : Tanggapan IAI terhadap Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal

AKI

‘’Memperhatikan interaksi obat memang sudah menjadi mandatori sebagai apoteker, tetapi untuk kali ini kami minta sejawat apoteker di seluruh Indonesia untuk  melakukan pengawasan lebih ketat lagi,’’ tutur apt Noffendri Roestam, S,Si, Ketua Umum PP IAI.

Surat yang ditandatangani oleh Ketua Umum, apt. Noffendri, S.Si  dan Sekretaris Jenderal, apt. Lilik Yusuf Indrajaya, S.E., S.Si., MBA  tersebut dikeluarkan oleh PP IAI  menanggapi surat Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Nomor: SR.01.05/III/3461/2022 Perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak tertanggal 18 Oktober 2022.

Masyarakat perlu memahami, bahwa sediaan obat bisa berupa sediaan padat, semi padat, cair dan gas. Obat sediaan cair bisa berupa sirup, suspensi, emulsi dan eliksir. Bentuk sediaan ini menyesuaikan karakter bahan aktif dan kebutuhan pasien. Jadi tidak semua obat berbentuk cair adalah sirup yang menggunakan bahan tambahan alkohol dan berkemungkinan tercemar senyawa etilen glikol dan dietilen glikol.

Untuk parasetamol, adalah bahan aktif yang  sulit larut dalam air, sehingga perlu diberikan bahan tambahan yakni polietilen glikol (PEG) dan gliserin untuk menambah kelarutannya. Pada proses produksinya, dimungkinkan ditemukan kontaminan yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG)

Mengenai keamanan obat, Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 105, menyatakan bahwa sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.

Senyawa etilen glikol dan dietilen glikol tidak digunakan dalam formulasi obat, namun dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup dengan nilai toleransi 0,1% pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 % pada polietilen glikol (Farmakope Indonesia, US Pharmacopeia). Batas nilai toleransi tersebut tidak menimbulkan efek yang merugikan. Kedua senyawa tersebut selama ini digunakan dalam industry otomotif seperti coolant.

Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 106, menyatakan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.

Obat yang mendapatkan izin edar dari Badan POM sudah melalui proses pengujian dan memenuhi standar keamanan, kualitas dan kemanfaatannya, serta diproduksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Karena itu Ikatan Apoteker Indonesia menghimbau kepada Apoteker :

  1. yang bekerja di Industri Farmasi untuk terus berupaya meningkatkan kepatuhan pada standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terutama dalam menjaga kualitas obat-obatan yang diproduksi.
  2. yang bekerja di Sarana Pelayanan Kefarmasian dan di Sarana Pelayanan Kesehatan untuk berkolaborasi bersama dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan informasi dan edukasi kepada pasien/masyarakat tentang:
    1. penggunaan obat yang rasional dan aman
    1. rekomendasi penggunaan obat dalam bentuk sediaan lain
    2. rekomendasi terapi non farmakologi.
  1. untuk berkolaborasi bersama dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk melakukan monitoring penggunaan obat oleh pasien/masyarakat.
  2. untuk tetap memantau perkembangan informasi terkini, dan memberikan informasi kepada masyarakat dengan benar sesuai referensi terkini untuk menenangkan masyarakat.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum PP IAI, apt Noffendri Roestam juga berharap masalah ini tidak dibawa ke ranah hukum, berkaitan dengan penjualan dan stok obat sirup di apotek.

Exit mobile version