Penjualan ketamin di apotek tidak sesuai dengan ketentuan karena apotek menyerahkan obat secara langsung kepada masyarakat dan digunakan tanpa pengawasan tenaga medis.
Penyerahan obat keras harus berdasarkan resep dokter sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Penyimpangan peredaran ketamin injeksi sepanjang tahun 2024 ini terjadi di 7 provinsi, yaitu Lampung, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat.
Penyimpangan peredaran tertinggi terjadi di Provinsi Lampung dengan jumlah 5.840 vial ketamin.
Sedangkan di 3 provinsi lain yang juga tinggi adalah Bali (4.074 vial), Jawa Timur (3.338 vial), dan Jawa Barat (1.865 vial).
Berdasarkan data hasil pengawasan BPOM pada 2022—2024, BPOM telah memetakan profil peredaran ketamin injeksi.
Dari data tersebut Bali merupakan wilayah peredaran dengan kategori sangat tinggi (di atas 100 ribu vial).
Jawa Timur dan Jawa Barat masuk dalam kategori tinggi peredaran ketamin injeksi (50 ribu—100 ribu vial).
Provinsi lain di Indonesia masuk dalam kategori sedang dan rendah yaitu di bawah 50 ribu vial.
Ketamin merupakan obat anestesi umum yang bekerja cepat untuk menghasilkan efek anestesi dan analgesik kuat.
Ketamin dalam dunia kesehatan biasa digunakan sebagai anestesi dalam prosedur bedah dan diagnostik.
Ketamin banyak disalahgunakan untuk memberikan efek “rekreasional” dari efek samping euforia (rasa nyaman dan gembira yang berlebihan) karena dosis penggunaan yang tidak tepat.
Karena tingginya penyalahgunaan ketamin dan dampak buruk yang ditimbulkan, BPOM memperketat pengawasan peredaran ketamin dengan menggolongkannya ke dalam daftar obat-obat tertentu yang sering disalahgunakan (OOT).
BPOM juga mendorong Kementerian Kesehatan RI untuk menggolongkan ketamin ke dalam kelompok psikotropika, agar pengawasan dapat dilakukan lebih ketat lagi.
Selain ketamin yang diedarkan melalui sarana distribusi dan pelayanan kefarmasian, Taruna Ikrar juga menyebutkan adanya ketamin yang diedarkan secara ilegal.
‘’Berdasarkan data dari Mabes Polri, peredaran ketamin ilegal jauh lebih besar lagi,’’ kata Taruna Ikrar.
Pada tahun 2020, Mabes Polri mencatat adanya peredaran ketamin ilegal sebanyak 8.198 gr, turun menjadi 7.600 gr di tahun 2021.
Namun di tahun 2022, jumlah peredaran ketamin ilegal melonjak menjadi 24.700 gr.
Sejauh ini ketamin telah digunakan dan membahayakan jiwa 337.433 orang.
‘’Coba bayangkan, 24.700 gr itu sangat besar volumenya. Ini memberikan dampak sosial yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Itu yang harus kita sadari dan kita cegah bersama,’’ tegas Taruna Ikrar.***