RUU Kesehatan OBL ini juga mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional, berpotensi memperlemah peran masyarakat madani dalam iklim demokrasi di Indonesia dengan upaya memecah belah organisasi profesi yang mengawal profesionalisme anggota dan lebih mementingkan tenaga kesehatan asing.
‘’Kami juga menghimbau kepada seluruh anggota Organisasi Profesi untuk tetap solid memperjuangkan kepentingan profesi dan masyarakat,’’ kata Harif Fadillah.
Lima OP Kesehatan ini sepakat menyuarakan bahwa terlalu banyak tekanan yang diberikan oleh pemerintah terkait pembahasan RUU kesehatan ini pada para tenaga medis.
‘’Kami juga mengkritisi pengecualian adaptasi terhadap dokter lulusan luar negeri dan Pendidikan dokter spesialis secara hospital based dengan syarat dimana hanya perlu dilakukandi RS yang terakreditasi. Padaha selama ini pendidikan dokter speialis dilakukan di RS dengan akreditasi tertinggi,’’ tambah Dr Paulus Januar.
‘’Kedua hal tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan lahirnya tenaga kesehatan yang sub standar. Bila hal ini terjadi, maka yang dirugikan bukan hanya profesi tapi yang lebih dirugikan adalah kesehatan masyarakat yang dilayani,’’ kata Ketua Biro Hukum dan Kerjasama Persatuan Dokter Gigi Indonsia (PDGI), Dr Paulus Januar S, drg, MS, CMC.
Lima OP Kesehatan ini juga mengungkapkan cukup banyak tenaga medis dan tenaga kesehatan dengan ikatan kerja yang tidak jelas, hingga tidak ada jaminan dalam menjalankan pekerjaan profesinya.
RUU Kesehatan OBL ini ternyata tidak memberikan jaminan hukum mengenai kepastian kerja dan kesejateraan tenaga medis dan tenaga kesehatan, bahkan juga tidak ada jaminan perlindungan hukum bagi para tenaga kesehatan.
Apa yang selama ini didengungkan oleh pemerintah, tidak pernah dijalankan di lapangan, pada akhirnya selalau OP yang berada di garis depan melindungi anggotanya.
Misalnya saja kekerasan terhadap dokter internship yang terjadi di Lampung baru-baru ini, dan yang beberapa waktu lalu terjadi terhadap Prof dr Zaenal Mutaqqin, PhD, SpBS(K), dokter spesialis bedah syaraf dengan keahlian langka, namun karena sikap kristinya ternyata dapat dihentikan kontrak kerjanya di RS Karyadi Semarang.
‘’kalau terhadap seorang guru besar dan dokter psesialis konsultan dengan reputasi internasional dapat diperlakukan demikian, bagaimana dengan tenaga kesehatan yang lebih lemah posisinya. Ternyata pada RUU Kesehatan tidak leindungi tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam mendapatkan kepastian dalam menjalankan pekerjaan profesionya,’’ tegas dr Mahesa Paranadipa Maikel, MH, Wakil Ketua II PB IDI.