HOME

Mungkinkah Mengintegrasikan Pengobatan Tradisional ke Dalam Pengobatan Konvensional di Indonesia?

Kunyit
Kunyit (Curcuma domestica Vall)

Sementara pengobatan komplementer atau pengobatan alternatif merujuk pada praktik pelayanan kesehatan yang tidak termasuk ke dalam tradisi pengobatan suatu negara atau pengobatan konvensional dan tidak terintegrasi ke dalam sistem pelayanan kesehatan yang dominan dimiliki oleh negara tersebut.

Kedua istilah ini kadang digunakan secara bergantian di beberapa negara.

Dalam dokumen WHO Traditional Medicine Strategy 2014-2023   dituliskan bahwa alasan masyarakat menggunakan pengobatan tradisional adalah karena hal itu merupakan bentuk layanan kesehatan yang begitu dekat dengan masyarakat, mudah diakses, dan terjangkau.

Keterjangkauan pengobatan tradisional membuat layanan ini menjadi sangat menarik bagi masyarakat.

Sementara berdasarkan penelitian di Afrika, yang masyarakatnya juga banyak menggunakan pengobatan tradisional, beberapa alasan yang terungkap selain yang sudah diungkapkan di atas adalah karena penyehat tradisional memiliki relasi yang lebih dekat dan personal dengan pasiennya.

Penyehat tradisional memiliki kemampuan berinteraksi dan empati yang membuat pasien merasa didengar dan diperhatikan.

Dalam proses pengobatan pasien memiliki agensi untuk turut berdiskusi tentang pengobatan yang didapatkan.

Hal ini kurang dirasakan ketika pasien mengakses pengobatan konvensional ke dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

Selain itu, anggapan bahwa obat tradisional lebih aman dengan efek samping minimal juga masih melekat di benak masyarakat.

Terlepas dari kontroversi pengobatan tradisional yang dianggap tidak ilmiah, WHO berusaha menjembatani praktik-praktik pengobatan tradisional dengan pengobatan konvensional.

Upaya ini dimulai dari tahun 1960an ketika masalah penyakit malaria tak kunjung bisa diselesaikan.

Usulan untuk melibatkan penyehat tradisional kemudian diadopsi dan ternyata memberikan dampak positif dalam upaya eradikasi malaria.

Pada tahun 1977 WHO mengeluarkan resolusi yang mendorong pemerintah negara anggotanya untuk melibatkan penyehat tradisional dalam pelayanan kesehatan primer.

Pada Pertemuan Kesehatan Dunia di tahun 1978, WHO mendorong negara anggota untuk melakukan penelitian terhadap tanaman obat.

WHO juga meminta negara anggotanya menyusun langkah-langkah untuk membuat metode dan kriteria yang menjamin bukti dan keamanan penggunaan tanaman obat dalam pelayanan kesehatan.

Dalam misinya untuk menyelamatkan kehidupan dan meningkatkan kesehatan, WHO mendorong pengobatan tradisional dengan memfasilitasi integrasinya dengan sistem kesehatan nasional.

WHO mengeluarkan dokumen tatalaksana untuk pengembangan dan standardisasi pengobatan tradisional termasuk dalam petunjuk teknis dan metodologi untuk penelitian, serta advokasi penggunaan pengobatan tradisional yang rasional melalui promosi penggunaan yang berdasarkan bukti.

Exit mobile version