Kanazawa, Jepang, IAINews – Teknologi pencitraan molekuler yang memanfaatkan radiofarmaka terus berkembang, didukung oleh teknologi seperti Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Teknologi ini memungkinkan peneliti dan profesional medis untuk memahami proses biologis dalam tubuh manusia secara lebih mendalam, membantu dalam diagnosis penyakit, terapi, dan pengembangan obat baru.
Dalam rangka berbagi perkembangan radiofarmaka di tingkat global, asosiasi ilmu radiopharmaceutical dari Jepang, China, dan Korea mengadakan pertemuan bertajuk “The 12th China-Japan-Korea Symposium on Radiopharmaceutical Sciences (CJKSRS)” di Kanazawa, Jepang.
Simposium tahunan ini diadakan pada 19-20 September 2024, dihadiri oleh peserta dari berbagai negara seperti China, Jepang, Korea, Thailand, Indonesia, Inggris, Prancis, Jerman, Norwegia, Singapura, dan Swedia.
Apt. Muammar Fawwaz, Ph.D., salah satu pengurus PD IAI Sulsel, hadir sebagai delegasi Indonesia. Ia menyampaikan bahwa perkembangan radiofarmaka di negara maju terus meningkat setiap tahun.
“Dampak positif dari radiofarmaka mampu meningkatkan efektivitas terapi pasien kanker dalam berbagai kasus,” jelasnya. Fawwaz, yang juga merupakan dosen Fakultas Farmasi UMI, turut mengikutsertakan mahasiswa S1 Farmasi UMI, Muhammad Multazam, sebagai upaya memperkenalkan Fakultas Farmasi UMI di kancah internasional.
“Ini merupakan langkah internationalisasi UMI menuju world-class university. Delegasi Fakultas Farmasi UMI juga mempresentasikan hasil penelitian fundamental dari grant research kompetitif nasional,” lanjutnya.
Dalam pembukaan acara, Prof. Kazuma Ogawa, Ph.D., selaku presiden CJKSRS 2024, mengucapkan terima kasih atas kehadiran semua peserta.
Ia berharap kegiatan ini dapat mempererat kerja sama riset dan berbagi informasi terkait perkembangan ilmu radiopharmaceutical. Selain itu, Prof. Ogawa juga menyarankan para peserta untuk menikmati berbagai objek wisata di Kanazawa setelah acara.
Selanjutnya, Prof. Seigo Kinuya, Ph.D., presiden Japanese Society of Nuclear Medicine, memaparkan tentang perkembangan penggunaan radiopharmaceutical science dalam diagnosis dan terapi di Jepang, yang meningkat setiap tahun.
Ia menambahkan bahwa radiopharmaceutical telah memperpanjang harapan hidup banyak pasien kanker, dan ilmu ini kini dikenal dengan istilah “radiotheranostik” – gabungan dari terapi dan diagnostik.
Dengan berkembangnya radiofarmaka untuk diagnosis dan terapi, ini menjadi peluang besar bagi farmasis dalam negeri untuk berkontribusi dalam penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan radiofarmaka demi meningkatkan hasil terapi. “Kehadiran delegasi Fakultas Farmasi UMI di ajang ini semakin memperkuat kualitas UMI sebagai universitas unggul yang mampu bersaing di tingkat global,” tutup Fawwaz. ***