BAGAIMANA rasanya menjadi seorang apoteker? Mari kita putar ulang kejadian bertahun-tahun yang lalu ketika kita berada pada prosesi sumpah apoteker!
Kala itu tersimpul senyuman di wajah-wajah nan bahagia, bagi apoteker yang sudah resmi disumpah ataupun bagi keluarga. Hari berbahagia di kampus untuk kali kedua pasca wisuda S1 farmasi.
Tidak semua orang bisa menjadi seorang apoteker. Di masa silam, berapa banyak mahasiswa S1 farmasi yang tumbang tidak bisa menyelesaikan kuliah S1 atau tidak bisa melanjutkan ke jenjang apoteker.
Mereka memilih berhenti dan memutus kebahagiaan yang tidak bisa mereka capai. Sedangkan kita adalah seorang apoteker yang telah tunai menuntaskan perjuangan hingga titik sekarang ini.
Betapa bahagianya bisa menyelesaikan perjuangan panjang mulai dari kuliah strata 1 dilanjutkan dengan pendidikan profesi apoteker, menghabiskan waktu normalnya kurang lebih 5 tahun.
Kebahagiaan yang lima tahun lalu terpendam, kini terpancarkan lewat cahaya senyuman yang tak terlupakan.
Kembali ke masa sekarang, kita pun tetap bahagia menjadi seorang apoteker. Bahagia saat berpraktik, berjumpa dengan orang-orang baru setiap hari dengan berbagai karakter dan sifat yang berbeda-beda.
Ketika kita bahagia, praktik pun akan lebih mudah dan ringan kita lakukan. Bahkan bahagia juga bisa menular. Menular kepada rekan sejawat, tenaga kesehatan lainnya, dan pasien.
Rasa bahagia itu yang membuat apoteker lebih semangat dalam berpraktik. Praktik bukan sebuah beban.
Pupuk rasa bahagia itu setiap hari. Bahagia melewati hari-hari menjadi seorang apoteker.
Tantangan, kesulitan, halang rintang, dan permasalahan pasti ada, tapi jika dihadapi dengan kebahagiaan, semua bisa dilalui tanpa harus bersedih hati.
Bahagia menjadi seorang apoteker adalah bukti bahwa kita bangga dengan profesi kita sekarang ini.
Kita tunjukkan kepada masyarakat keberadaan apoteker di tengah-tengah mereka. Kita transfer aura kebahagiaan untuk orang-orang di sekeliling.
Apoteker bahagia saat memberikan informasi obat dan konseling kepada pasien, sehingga pasien pun turut bahagia.
Bukan sebaliknya dengan wajah bersedih atau cemberut saat memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien.
Apoteker bahagia saat melakukan visite ke bangsal-bangsal. Kehadiran apoteker ditunggu-tunggu oleh pasien rawat inap.
Mereka akan dengan senang hati menceritakan perkembangan kesembuhan mereka ketika dirawat.
Bukankah kebahagiaan bisa membuat orang sakit menjadi sehat? Mengapa selama ini kita masih belum bisa membagikan kebahagiaan kepada pasien?