Floating Left Ads
Floating Right Ads
banner 950x90

UU Kesehatan OBL Disahkan, Siap Siap Harga Odol dan Bedak Meroket

pexels anna shvets 5218015
banner 120x600
banner 468x60

pexels anna shvets 5218015

JAKARTA, IAINews – UU Kesehatan Omnibus Law yang disahkan DPR RI, Selasa, 11 Juli lalu menimbulkan kegeraman sejumlah pihak. Salah satunya adalah pelaku industri kosmetik Indonesia.

Iklan ×

Bila UU Kesehatan OBL mulai diberlakukan, bisa dipastikan akan menyebabkan industri kosmetik dalam negeri ini gulung tikar.

Daya saing mereka akan anjlok dan produknya tak akan mampu dibeli oleh kebanyakan rakyat Indonesia.

‘’Selama ini industri kosmetik tidak berkomentar apapun, karena sejauh ini tidak ada persoalan yang menyangkut dengan industri kosmetik yang perlu kami komentari,’’ ungkap apt Yeni Anggraini, pelaku industri kosmetik kepada IAINews melalui sambungan telepon kemarin.

Namun, ketenangan pelaku industri kosmetik tiba-tiba terusik, ketika mengetahui ada pasal tambahan menyangkut industri kosmetik di Indonesia.

‘’Kami baru tahu, pada 5 Juni bahwa ada pasal tambahan berkaitan dengan industri kosmetik ini,’’ ungkap Yeni Anggraini.

Dalam UU Kesehatan Obl yang baru disahkan tersebut, pada pasal 142 ayat 5 berbunyi ‘Bahan Baku yang digunakan dalam Sediaan Farmasi berupa Obat Bahan Alam, Suplemen Kesehatan, Obat Kuasi dan Kosmetik bentuk sediaan tertentu berdasarkan kajian risiko harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu sebagai bahan baku farmasi’.

Dalam kaitan dengan  ayat tersebut, Perkosmi (Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia) telah bersurat secara resmi kepada Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikit.

Baca Juga  Jajaki Kemungkinan Kerjasama, Delegasi IAI Kunjungi Taiwan Halal Integrity Development Association

Dalam surat tersebut, Perkosmi menyampaikan keberatan atas adanya pasal tambahan tersebut.

Namun surat tersebut tak digubris, terbukti dengan tetap disahkannya, RUU Kesehatan OBL menjadi UU Kesehatan OBL.

Menurut Yeni, bila aturan menggunakan bahan baku farmasi itu diterapkan, persoalan utamanya adalah masalah ketersediaannya.

‘’Ketersediaan bahan baku kosmetik dengan standar farmasi ini juga terbatas, di Indonesia bahan baku tersebut tidak tersedia, sehingga harus impor,’’ tutur Yeni Anggraeni.

Selain masalah ketersediaan, harga juga menjadi masalah besar bagi industri kosmetik.

Menurut Yeni Anggraeni, bahan baku dengan farmasi grade harganya mencapai 3 – 5 kali harga bahan baku dengan standar personal care grade.

Kosmetik ini meliputi tidak hanya meliputi kebutuhan untuk make up dan skin care seperti bedak, alas bedak, lipstick, pelembab dan sebagainya, melainkan juga kebutuhan seperti pasta gigi, shampoo dan sabun mandi.

Belum lagi masalah pengujian dengan skala farmasi, ketersediaan laboratorium, kemampuan UMKM untuk melakukan uji sesuai ketentuan farmasi juga akan sangat mengganggu industri kosmetik dalam berproduksi.

banner 325x300

Responses (2)

  1. Semua harus diarahkan ke analisa risiko. Buat apa grade farmasi kalau hanya dipakai di bagian luar tubuh.

    Perlu analisa risiko ya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *