UNJANI, IAINews – Rabu, 5 April 2023, Fakultas Farmasi Universitas Jendral Achmad Yani (UNJANI) mengadakan Dialog Terbuka dengan tema “Inovasi Kebijakan dalam Menghadapi Tantangan Pengawasan Obat dan Makanan”. Acara tersebut dibuka oleh Dekan Fakultas Farmasi UNJANI, Dr.apt. Fahrauk Farmayuda, M.Sc, yang juga menjadi tuan rumah acara. Acara ini dimoderatori oleh apt. Drs. Syarifudin, MARS.
Acara ini juga dihadiri oleh pembicara-pembicara yang berpengalaman di bidang kefarmasian dan pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Salah satu pembicara yang memberikan keynote speech adalah Rektor Unjani, Prof Hikmahanto Juwana, S.H.,LL.M.,Ph.D. Dalam pidatonya, Prof Hikmahanto menekankan pentingnya RUU Obat dan Makanan sebagai kebijakan inovatif dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Menurutnya, BPOM harus bisa lebih ketat dalam melakukan pengawasan seperti halnya Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat.
Pada kesempatan tersebut, Deputi 1 BPOM, apt. Dra. Togi Junice Hutadjulu, MHA, juga menyampaikan tentang upaya yang dilakukan oleh BPOM dalam meningkatkan pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Salah satu upaya yang disampaikannya adalah meningkatkan intensitas pengawasan baik sebelum maupun setelah produk masuk ke pasaran. Selain itu, BPOM juga terus membina pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas kepatuhan dalam sistem mutunya, dan membangun kolaborasi dengan berbagai pihak terkait untuk memperkuat pengawasan dan penindakan hukum pada pelanggaran melalui pencegahan dan memberikan efek jera.
Pembicara lainnya, Prof Keri Lestari dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Dewan Pakar IAI, juga memberikan pandangannya mengenai kondisi pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Menurutnya, masih terdapat beberapa tantangan yang dihadapi seperti tingginya jumlah produk ilegal, keterbatasan sumber daya, keterlambatan respon uji klinik, dan peningkatan peredaran produk palsu.
Selain itu, Prof Keri Lestari juga menyampaikan kompleksitas permasalahan dan tantangan kesehatan dan kefarmasian di Indonesia seperti akses kesehatan yang terbatas, penyalahgunaan obat, perbedaan harga obat, kekurangan sumber daya manusia, perbedaan regulasi, produk farmasi palsu/perbedaan kualitas obat, dan pengembangan obat baru serta advokasi obat herbal Indonesia. Menurutnya, BPOM perlu diperkuat dan diberikan independensi lebih agar dapat menangani kompleksitas permasalahan tersebut dengan lebih fokus.
Dalam sesi dialog terbuka tersebut, para pembicara setuju bahwa diperlukan inovasi kebijakan dalam menghadapi tantangan pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Deputi 1 BPOM, apt. Dra. Togi Junice Hutadjulu menyatakan bahwa BPOM berkomitmen untuk terus meningkatkan intensitas pengawasan baik pre dan post market, membangun kolaborasi dengan berbagai pihak terkait untuk memperkuat pengawasan dan penindakan hukum pada pelanggaran melalui pencegahan dan memberikan efek jera. Selain itu, perlu perkuatan legal berupa payung hukum berupa UU dan perkuatan lembaga untuk memperkuat independensi BPOM dalam melaksanakan tugas dan fungsi.