KARANGASEM, IAINews – Stunting adalah jenis kekurangan nutrisi yang berlangsung lama yang mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitif anak-anak.
Pada periode 1000 hari pertama kehidupan, yang dikenal sebagai golden period harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Sebab jika tidak dapat menyebabkan kerusakan yang permanen pada tumbuh kembang anak.
Stunting saat ini dapat terjadi setelah pembuahan dan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti status sosio-ekonomi, asupan makanan, infeksi, gizi ibu, penyakit menular, kekurangan mikronutrien, dan lingkungan.
Anak-anak stunting biasanya termasuk dalam kelompok sosial ekonomi yang kurang beruntung, memiliki kemungkinan kinerja sekolah yang buruk, pendapatan masa dewasa yang rendah, dan berkontribusi pada transmisi kemiskinan antar generasi atau kesenjangan pendapatan.
Pada tahun 2018, 149 juta anak di bawah usia 5 tahun, atau 21.9% dari total anak yang menderita stunting di seluruh dunia.
Secara umum, prevalensi stunting di Indonesia cenderung berubah dari tahun ke tahun.
Laporan Studi Status Gizi Indonesia Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2019 turun dari 27.7% menjadi 24.4% pada tahun 2021, dan 21.6% pada tahun 2022.
Namun, angka ini masih di bawah standar WHO yang menargetkan kurang dari 20%.
Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2018 melaporkan prevalensi stunting pada anak balita di Karangasem mencapai sekitar 30%, jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 27%.
Desa Ababi yang terletak di Kabupaten Karangasem sisi timur Bali, menghadapi masalah stunting.
Menurut Kepala Desa Ababi, I Wayan Siki, SH. pada tahun 2024 jumlah balita terindikasi stunting cukup tinggi, yakni 72 dari total 484 balita.
“Dengan data teresebut desa Ababi saat ini seakan-akan menjadi primadona, banyak sekali program yang diberikan kepada desa kami”, demikian imbuh I Wayan Siki.
Sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, penurunan stunting pada balita adalah program prioritas Pemerintah.
Tujuan nasional adalah penurunan prevalensi stunting hingga 14% pada tahun 2024.
Untuk mencapai hal itu, diperlukan kerja sama kolektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, salah satunya dimulai dari keluarga, yang merupakan bagian terkecil dari masyarakat.
Berbagai inisiatif dan intervensi sosial telah dimulai untuk memerangi stunting dan meningkatkan kesehatan dan gizi anak di daerah tersebut.
Pada hari Senin, 20 Mei 2024 para dosen dan mahasiswa program studi Farmasi Universitas Bali Internasional melakukan pengabdian masyarakat untuk mengedukasi sekitar 40 kader pemberdayaan masyarakat.