Jakarta, IAINews – Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menolak keras pasal 320 ayat 6 dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibuslaw yang bertentangan dengan semangat pelayanan kesehatan yang memprioritaskan keselamatan pasien.
Pasal kontroversial tersebut memperbolehkan obat-obatan tanpa resep untuk dijual di luar fasilitas pelayanan kefarmasian, seperti hypermarket, supermarket, dan minimarket.
Keputusan ini menuai penolakan dari IAI karena obat bukanlah barang komoditas umum yang dapat diperjualbelikan oleh individu yang tidak memiliki kompetensi di bidang kesehatan.
Menurut IAI, kebijakan ini melanggar prinsip dasar dalam pelayanan kesehatan, terutama dalam mencapai sasaran keselamatan pasien.
Apoteker, sebagai tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam bidang farmasi, memiliki peran yang krusial dalam memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif.
“Obat merupakan komoditas yang memiliki potensi bahaya jika digunakan secara tidak benar. Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan indikasi, dosis yang tidak tepat, atau interaksi obat yang tidak terdeteksi dapat membahayakan kesehatan masyarakat,” tegas apt. Noffendri, Ketua umum IAI.
IAI juga menyoroti pentingnya konsultasi dan pengawasan oleh apoteker dalam hal pemilihan obat yang tepat. Dengan pengetahuan tentang interaksi obat, alergi pasien, dan kondisi medis yang mempengaruhi penggunaan obat, apoteker dapat memberikan nasihat yang komprehensif kepada pasien.
Hal ini tidak dapat dilakukan oleh tenaga penjualan di fasilitas-fasilitas yang bukan pelayanan kefarmasian.
“Dengan mengizinkan obat dijual di fasilitas lain tanpa pengawasan apoteker, risiko kesalahan penggunaan obat akan meningkat. Ini dapat berdampak negatif pada kesehatan dan keselamatan masyarakat,” tambah apt. Noffendri.
IAI mendesak pemerintah dan para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan ulang pasal 320 ayat 6 dalam RUU Kesehatan Omnibuslaw.
Mereka menekankan pentingnya menjaga keselamatan dan kualitas penggunaan obat dengan melibatkan peran apoteker sebagai ahli farmasi yang berkompeten.
“Kami berharap agar RUU Kesehatan Omnibuslaw ini dapat tetap memprioritaskan kesehatan masyarakat. Keterlibatan apoteker dalam pelayanan obat harus tetap dijaga agar masyarakat mendapatkan pengobatan yang optimal dan aman,” pungkas apt. Noffendri.
Hingga saat ini, belum ada respons resmi dari pemerintah terkait permintaan IAI untuk memperhatikan kekhawatiran mereka terkait pasal 320 ayat 6 dalam RUU Kesehatan Omnibuslaw.
Publik menantikan tindak lanjut dari pihak berwenang mengenai isu sensitif ini.