Di akhir sambutan, Bapak Noffendri Roestam mengajak seluruh pengurus IAI untuk bersama-sama mereposisi tugas dan peran IAI, sejalan dengan arah pembangunan kesehatan di masa yang akan datang.
IAI berkomitmen untuk meningkatkan kompetensi apoteker serta memberikan dukungan bagi peningkatan jenjang karir profesi apoteker, menuju terwujudnya apoteker yang profesional dan sejahtera.
Dengan semangat “NKRI Harga Mati, IAI Selalu di Hati” Apoteker di IAI akan tetap mempertahankan mutu dalam penyelenggaraan kegiatan kefarmasian untuk Kesehatan masyarakat Indonesia.
Sesi kedua pada Rangkaian Rapat Kerja Nasional dan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) di Hotel Grand Mercure, Solo Baru, menghadirkan Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan, drg. Arianti Anaya.
Dalam paparannya, beliau membahas “Grand Design SDM Kesehatan” dan posisi Organisasi Profesi (OP) pasca disahkannya UU Kesehatan OBL.
Dr. Arianti Anaya mengungkapkan bahwa dari 10.500 Puskesmas yang ada, masih terdapat 3.046 Puskesmas yang belum memiliki apoteker.
Dalam hal ini, IAI diharapkan dapat bekerjasama dengan pemerintah untuk mewujudkan pemerataan apoteker di seluruh Indonesia.
Pemerintah juga berkomitmen untuk menyelenggarakan pelatihan tenaga kefarmasian guna menjamin mutu dalam pelaksanaan kegiatan kefarmasian.
Mengacu pada UU No. 17 Tahun 2023 tentang kesehatan, Dr. Arianti Anaya menegaskan bahwa peran IAI tetap relevan.
Penjaminan mutu yang ada pada syarat perpanjangan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) akan berpindah ke persyaratan permohonan Surat Izin Praktik (SIP).
Proses pengumpulan SKP (Satuan Kredit Profesi) akan dijalankan melalui aplikasi online yang disebut “Plataran Sehat” di lms.kemenkes.go.id, yang memungkinkan semua apoteker, termasuk yang tidak aktif bekerja, untuk mengumpulkan SKP dengan mudah dan tanpa biaya.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa Konsil Kefarmasian akan tetap ada dan akan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Kementerian Kesehatan.
Konsil ini akan didukung oleh Majelis Kehormatan Kefarmasian Indonesia (MKKI) dan Kolegium. Kolegium merupakan perangkat berada di bawah Konsil Kefarmasian dan bukan di bawah IAI.
Peran organisasi apoteker, termasuk IAI, akan mengalami pergeseran.
Dulu berperan sebagai pengelola SKP, kini organisasi tetap dapat memberikan SKP, namun harus sudah terdaftar di lembaga pelatihan yang terakreditasi oleh Kemenkes.
Selain itu, organisasi juga memiliki tanggung jawab dalam mengawasi etika para apoteker.
Jika terjadi pelanggaran etik, organisasi diharuskan untuk memberikan rekomendasi kepada majelis kehormatan untuk memutuskan apakah STR sejawat perlu dicabut atau tidak.