Setiap negara memiliki bahasa resmi untuk mempermudah komunikasi. Bahasa tersebut harus dipahami oleh pengirim dan penerima pesan agar komunikasi berjalan lancar.
Di Indonesia, keberagaman daerah menciptakan variasi bahasa yang berpotensi menghambat komunikasi jika penerima pesan tidak memahami bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, diperlukan bahasa pemersatu, yakni Bahasa Indonesia. Bahasa ini telah ditetapkan sejak Sumpah Pemuda, dengan harapan seluruh masyarakat Indonesia dapat berkomunikasi tanpa kesulitan.
Pelayanan kesehatan di Indonesia sangat beragam, mulai dari puskesmas, komunitas, apotek, hingga rumah sakit. Dalam pelayanan kefarmasian, apoteker dan tenaga kesehatan wajib menyampaikan informasi yang jelas dan akurat kepada pasien.
Komunikasi yang efektif memerlukan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, mencakup tata bahasa yang tepat dan pemilihan kata yang mudah dipahami. Hal ini sangat penting, terutama ketika menjelaskan informasi medis yang kompleks. Meski Bahasa Indonesia lebih diutamakan dibanding bahasa daerah, tenaga kefarmasian tetap harus menghormati bahasa yang digunakan pasien.
Salah satu peran apoteker adalah memberikan edukasi mengenai penggunaan obat. Berdasarkan data Riskesdas 2013, sebanyak 35,2% rumah tangga menyimpan obat untuk swamedikasi, dengan 35,7% di antaranya menyimpan obat keras dan 27,8% menyimpan antibiotik tanpa resep. Kondisi ini memicu masalah kesehatan seperti resistensi bakteri.
Data tersebut menunjukkan bahwa banyak pasien belum memahami instruksi penggunaan obat dengan baik, yang berpotensi membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, apoteker dituntut untuk mampu menerjemahkan istilah medis kompleks ke dalam Bahasa Indonesia yang sederhana dan lugas tanpa mengubah maknanya.
Dengan penggunaan Bahasa Indonesia yang mudah dipahami, pasien dapat lebih terlibat dalam proses pengobatan. Ketika apoteker menjelaskan informasi secara jelas dan relevan, pasien menjadi lebih percaya diri untuk bertanya dan berdiskusi mengenai kondisi kesehatannya.
Interaksi ini meningkatkan keterlibatan pasien dalam proses pengobatan, yang berdampak pada kepatuhan mereka terhadap instruksi yang diberikan. Dengan demikian, penggunaan Bahasa Indonesia yang efektif berkontribusi pada pelayanan kefarmasian yang lebih baik.
Namun, terdapat tantangan dalam penerapan Bahasa Indonesia dalam pelayanan kefarmasian. Salah satu tantangan utama adalah perbedaan pemahaman antara tenaga kesehatan dan pasien. Penggunaan istilah medis yang kompleks sering membingungkan pasien, yang dapat menghambat diagnosis dan tindakan, serta menyebabkan kesalahan penggunaan obat.