JAKARTA, IAINews – Ikatan Apoteker Indonesia, Sabtu, 27 Mei 2023 lalu menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) yang dihadiri semua komponan organisasi di tingkat pusat dan daerah.
Hasil Rakornas yang berlangsung di Jakarta tersebut menyimpulkan seluruh Pengurus Daerah IAI se Indonesia, Himpunan Seminat dan Perhimpunan menyatakan mendukung aksi nasional tunda penetapan RUU Kesehatan Omnibus Law.
‘’Alhamdulillah seluruh pengurus daerah, himpunan seminat dan perhimpunan Ikatan Apoteker Indonesia menyepakati beberapa hal,’’ ungkap apt Noffendri Roestam, S.Si, Ketua Umum PP IAI kepada IAINews usai rakornas yang berlangsung sejak pukul 14.00 – 23.00 WIB tersebut.
‘’Yang terpenting adalah seluruh organ organisasi sepakat mendukung aksi damai tunda penetapan RUU Kesehatan Omnibus Law, yang tengah kita perjuangkan bersama organisasi profesi kesehatan yang lain,’’ lanjut Noffendri Roestam.
Dalam kesempatan itu, Ketua Tim Ad Hoc RUU Kesehatan, Apt Drs Nurul Falah Eddy Pariang menyampaikan sejumlah poin penting dalam RUU Kesehatan Omnibus Law yang sangat merugikan profesi apoteker ke depannya.
‘’Bukan hanya masalah organisasi profesi yang diberangus, dicabut ruhnya, tetapi sejumlah pasal dan ayat juga sangat merugikan profesi apoteker,’’ ungkap Nurul Falah.
Salah satunya adalah dihapusnya pasal mengenai jamu dan obat herbal yang semula tertulis dalam draft hasil Paripurna DPR, namun dalam draft usulan Kemenkes dua pasal tersebut dihapuskan.
‘’IAI mengusulkan agar jamu tetap diakomodir, karena istilah jamu merupakan warisan leluhur yang sudah dikenal di Indonesia maupun mancanegara,’’ jelas Nurul Falah.
Dalam kaitan dengan obat herbal, IAI mengusulkan, agar diperluas tidak hanya dari tanaman tapi juga dari bahan alam.
‘’Usulan ini disampaikan agar sesuai dengan pasal tentang penggolongan obat dan obat bahan alam di pasal-pasal dibawahnya,’’ terang Nurul Falah.
Selain tambahan definisi obat herbal, IAI juga mengusulkan istilah Fitofarmaka. Yaitu jamu yang sudah dilakukan uji klinik. Ini sesuai dengan definisi fitofarmaka dari perkaBPOM.
Alasan ditambahkannya istilah fitofarmaka, karena selama ini registrasi obat tradisional terdiri dari jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
‘’ini juga untuk membuka ruang untuk kemandirian farmasi nasional khususnya bahan baku yang berasal dari negara kita sendiri,’’ papar Nurul Falah.