PADA bulan Oktober 2024, netizen Indonesia dihebohkan oleh kasus seorang pengasuh balita yang memberikan obat penambah nafsu makan kepada anak yang diasuhnya.
Akun Instagram @linggra.k membagikan pengalaman ini kepada publik untuk meningkatkan kewaspadaan. Pengasuh anak tersebut memberikan kombinasi obat Pronicy® dan deksametason yang diserbukkan ke makanan balita tersebut sejak tahun 2023.
×
Obat ini diberikan dengan dalih dapat meningkatkan nafsu makan dan berat badan. Akibatnya, balita tersebut mengalami gangguan kesehatan, termasuk pembengkakan dan penambahan berat badan yang tidak wajar.
Namun, apa sebenarnya efek dari kedua obat ini? Pronicy® adalah obat antihistamin dengan kandungan cyproheptadine yang diindikasikan untuk mengatasi gejala alergi seperti gatal, ruam, dan kemerahan.
Sementara itu, deksametason adalah obat kortikosteroid yang biasanya digunakan untuk mengatasi peradangan atau inflamasi. Kombinasi Pronicy® dan deksametason digunakan untuk meredakan reaksi alergi.
Cyproheptadine bekerja dengan cara mencegah histamin, senyawa yang memicu reaksi alergi, berikatan dengan reseptornya, sehingga mengurangi gejala alergi. Di sisi lain, deksametason menekan sistem imun tubuh untuk meredakan peradangan, yang umumnya merupakan respons tubuh terhadap zat asing atau infeksi.
Lalu, mengapa kedua obat ini bisa digunakan sebagai obat penambah nafsu makan dan berat badan? Cyproheptadine terbukti dapat meningkatkan nafsu makan pada anak-anak dan orang dewasa dengan cara meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan.
Penelitian acak yang dilakukan oleh Khadijehsadat Najib dkk. (2014) dan ulasan sistematis oleh Megan E. Harrison dkk. (2019), yang diterbitkan di jurnal Elsevier, menyatakan bahwa cyproheptadine aman digunakan untuk meningkatkan nafsu makan pada pasien yang mengalami malnutrisi.
Deksametason, yang dikenal sebagai “obat dewa”, adalah obat analog sintetik yang mirip dengan hormon steroid alami tubuh. Penggunaan deksametason dalam jangka panjang dapat menyebabkan peningkatan berat badan akibat retensi cairan dan garam dalam tubuh, yang dikenal dengan istilah edema.
Selain itu, penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan osteoporosis karena mengganggu penyerapan kalsium. Penghentian obat kortikosteroid juga harus dilakukan secara hati-hati, mengingat tubuh mungkin tidak dapat memproduksi hormon steroid alami yang cukup setelah penggunaan jangka panjang.
