Pengaturan telemedicine perlu memperhatikan kepentingan dan keselamatan pasien serta perlindungan bagi tenaga medis dan kesehatan. Pengaturan tersebut diharapkan selain memberi kemudahan bagi pasien dalam mengakses layanan kesehatan, juga memberikan kepastian hukum dan pedoman yang jelas bagi tenaga medis dan kesehatan dengan tetap menjaga mutu layanan. Sebelumnya, pernah ditetapkan Keputusan Menteri No. HK.01.07/MENKES/650/2017 tentang Rumah Sakit dan Puskesmas Penyelenggara Uji Coba Program Pelayanan Telemedicine.
Namun, isi konteksnya hanya pada kebolehan uji coba terbatas pelayanan telemedicine di rumah sakit dan puskesmas. Tidak hanya itu, masa berlaku peraturan ini juga telah berakhir pada 31 Desember 2019.
Praktik telemedicine dengan aplikasi bebas saat ini adalah solusi sekaligus ancaman untuk disalahgunakan. Rentan menyebabkan kesalahan diagnosis, malpraktik, pelanggaran etika kesehatan dan disiplin, serta pelanggaran hukum lainnya. Platform aplikasi telemedicine bukanlah fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas. Belum ada kejelasan status, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dari platform ini. Lalu, siapakah yang dapat diminta pertanggungjawaban jika terjadi malpraktik atau kebocoran data rekam medis pasien?
Mengingat pemerintah telah resmi mencabut status pandemi COVID-19 yang sudah ditetapkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023, bisa disimpulkan bahwa pelayanan telemedicine saat ini telah mengalami kekosongan peraturan. Harus segera ada Peraturan Menteri yang disusun untuk menyelesaikan masalah ini. Sebagai tenaga kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan terhadap pasien serta paham atas aturan hukum dan etika profesi, sebaiknya tetap mengikuti aturan kesehatan non-telemedicine dalam kegiatan praktik.