DALAM perbincangan sehari-hari, masyarakat sering menyebut obat modern atau konvensional dengan sebutan obat kimia, sementara obat bahan alam disebut dengan obat herbal.
Berkaitan dengan sebutan ini, ada stigma melekat pada obat modern yaitu karena ia berasal dari bahan kimia, maka punya efek samping yang lebih berat daripada obat bahan alam. Namun, benarkah demikian?
Sejarah pengobatan di dunia memang terlebih dahulu mengenal penggunaan bahan alam sebagai bahan baku untuk mengobati suatu kondisi penyakit, baik dari tumbuhan, hewan, atau mineral.
Selama ribuan tahun, masyarakat di berbagai peradaban dan kebudayaan menggunakan bahan alam dalam praktik pengobatannya.
Kita mengenal ada Traditional Chinese Medicine di Tiongkok, Ayurvedic medicine di India, dan Jamu di Indonesia.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terutama kimia organik, para kimiawan mulai mampu melakukan pembuatan senyawa dari bahan-bahan organik.
Di pertengahan hingga akhir abad ke-18, perkembangan ilmu kimia organik dan sintesis kimia organik begitu pesat hingga akhirnya pada tahun 1869, obat sintesis pertama di dunia lahir, yaitu kloralhidrat.
Pada akhir abad ke-18 juga para kimiawan dan ahli farmasi melakukan ekstraksi dan mencari zat aktif apa yang bekerja dari ekstrak tersebut.
Hingga pada tahun 1887 ditemukan struktur parasetamol, dan aspirin ditemukan pada tahun 1899.
Akhir abad ke-18 menandakan dimulainya penggunaan obat berbahan aktif tunggal yang diproduksi melalui sintesis di masyarakat yang sebelumnya menggunakan berbagai macam ramuan herbal untuk pengobatan penyakit.
Sebelum membahas lebih lanjut, untuk mempermudah ilustrasi, saya akan mempersempit definisi obat bahan alam dalam artikel ini menjadi obat yang berasal dari tumbuhan saja.
Dalam satu bagian tumbuhan yang direbus atau diekstraksi, terdapat banyak sekali komponen senyawa yang terkandung.
Bisa puluhan hingga ratusan senyawa dan tidak semuanya memiliki khasiat. Di antara yang berkhasiat tersebut, bila terdapat dalam satu rebusan, ternyata kerjanya belum tentu semua sejalan.
Nah, kandungan senyawa yang berkhasiat tadi dalam satu tumbuhan juga bervariasi, sangat tergantung dimana tumbuhan tersebut ditanam (kondisi tanah, cuaca, iklim, dan keberadaan hama) dan kapan bagian tumbuhan tersebut dipanen.
Karena kondisi yang tidak selalu seragam ini, akibatnya khasiat penggunaan obat bahan alam di masa lampau sangat bervariasi.
Ketika para ahli menemukan bahwa ada satu senyawa tertentu dari obat bahan alam yang mampu memberikan khasiat yang maksimal untuk mengatasi suatu gejala penyakit, maka para ahli mencari cara agar bisa memperoleh senyawa tersebut dalam jumlah banyak, untuk kemudian diberikan kepada pasien sesuai dengan takaran yang efektif dan aman.