Meskipun Kementerian Kesehatan melaporkan di berbagai pertemuan tentang pengeluaran antimikroba dari apotek komunitas tanpa resep, tapi belum ada langkah kongkrit baik dari Kementerian Kesehatan maupun BPOM untuk mempertemukan apoteker dan investor apotek.
Pertemuan ini untuk memberikan pemahaman yang sama dan kesepakatan untuk tidak menjual antimikroba tanpa resep ini bisa dicapai.
Data yang disampaikan dalam berbagai pertemuan tersebut memang menjadi pemantik diskusi dan telaah lebih lanjut di organisasi profesi.
Tanpa intervensi dari pemerintah, maka akan sulit menyelaraskan pandangan antara investor yang bukan merupakan orang yang bergelut di bidang kesehatan dengan apoteker yang menjadi penanggung jawab apotek.
Terlepas dari masalah yang terjadi di apotek komunitas, sebenarnya apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya justru berperan penting dalam penanggulangan resistensi antimikroba.
Apoteker yang bertugas di rumah sakit, misalnya, mendapat amanah dari pemerintah melalui Permenkes No 8 tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di RS.
Berdasarkan Permenkes tersebut setiap rumah sakit bekewajiban membentuk Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) yang beranggotakan klinisi, apoteker, dokter pemberi layanan mikrobiologi klinik, perawat dan tenaga ahli teknologi informasi.
KPRA berkewajiban untuk mengendalikan penggunaan antimikroba di rumah sakit.
Rumah sakit merupakan pelayanan rujukan sehingga menjadi tantangan tersediri bagi rumah sakit dalam memberikan pelayanan terbaik kepada pasien dan tetap berpedoman pada penggunaan antibiotik bijak demi mencegah resistensi antimikroba.
Dalam hal ini apoteker juga menjadi bagian yang sama pentingnya dengan profesi lain.
Peran tersebut diantaranya apoteker bersama dengan klinisi mengendalikan penggunaan antibiotik golongan reserve, watch, dan access.
Selain itu, apoteker juga bertugas memberikan informasi dan konsultasi kepada pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
Berdasarkan rencana aksi global WHO dalam pengendalian resistensi antimikroba dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu: Access, Watch, dan Reserve.
Tujuan pengelompokkan tersebut adalah memudahkan penerapan penatagunaan antibiotik baik di tingkat lokal, nasional maupun global; menekan munculnya bakteri yang resisten terhadap antimikroba; dan menjaga kelestarian antimikroba untuk jangka panjang.
Antimikroba kelompok Access merupakan antibiotik yang tersedia disemua fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk infeksi bakteri dan diresepkan oleh dokter, dokter gigi dan dokter spesialis yang kemudian resepnya akan dikaji oleh apoteker.