Kelompok antimikroba ini contohnya seperti amoksisilin, amoksisilin-asam klavulanat, klindamisin, dan lainnya.
Antimikroba kelompok Watch merupakan antibiotik yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut yang digunakan untuk indikasi khusus atau ketika antimikroba kelompok Access tidak efektif.
Antibiotik kelompok ini diresepkan oleh dokter spesialis, dokter gigi spesialis dan dikaji oleh apoteker.
Kelompok ini memiliki kemampuan tinggi dan berpotensi menimbulkan resisten sehingga menjadi target dalam pengawasan dan pemantauan penggunaannya oleh KPRA.
Contoh antibiotik kelompok Watch adalah Amikasin, Fosfomisin, Levofloxacin, dan Cefixime.
Sementara itu, antimikroba kelompok Reserve merupakan antimikroba yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut.
Antimikroba kelompok reserve ini dicadangkan untuk mengatasi infeksi bakteri yang disebabkan oleh MDRO (Multi-Drug Resistant Organisms), sebagai pilihan terakhir pada infeksi berat yang mengancam jiwa.
Antimikroba reserve menjadi prioritas program pengendalian resistensi antimikroba secara nasional dan internasional yang dipantau dan dilaporkan penggunaanya.
Penggunaannya diresepkan oleh dokter spesialis dan dokter gigi spesialis dikaji oleh apoteker dan disetujui penggunaannya oleh KPRA.
Contoh obat dari golongan tersebut adalah Meropenem, Doripenem, Imipenem, Linezoid, vancomisin, dan lainnya
Dalam pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba ditemukan beberapa tantangan.
Tantangan itu di antaranya adalah penggunaan antibiotik yang tidak rasional seperti pada pasien dengan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi dan penggunaan antibiotik dalam durasi yang lama.
Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan komitmen pimpinan dalam hal ini Direktur RS dalam menjalankan program pengendalian resistensi antimikroba.
Selain di Rumah Sakit, apoteker juga berperan di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya seperti di Puskesmas.
Peran apoteker di puskesmas tentunya akan sangat membantu dalam mengendalikan resistensi antimikroba mengingat di puskesmas belum adanya bagian yang bertanggung jawab dalam mengendalikan pengguaan antibiotik.
Ketersediaan antibiotik di puskesmas juga menjadi hal penting dalam penanganan kasus infeksi, namun rasionalitas penggunaanya belum diketahui dikarenakan keterbatasanya data rasionalitas penggunaan antibiotik di puskesmas, hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah.
Puskesmas juga menjadi bagian penting dalam mengendalikan resistensi antimikroba.
Permasalahan yang timbul pada kasus resistensi sebenarnya adalah penggunaan antibiotik terlalu lama.