HOME

RUU Kesehatan Omnibus Law Berpotensi Hilangkan Kewajiban Negara Lindungi dan Penuhi Hak Atas Kesehatan Publik

Screenshot 2023 06 15 at 21.55.39
Konferensi pers Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau menulak RUU Kesehatan Omnibus Law

Sesuai alur penyusunan perundang-undangan, Kemenkes telah menggelar partisipasi publik pada 13-31 Maret 2023, yang di informasi terdapat 6011 masukkan yang telah di jaring Kemenkes untuk menyempurnakan isi RUU Kesehatan.

Dari sini, Kemenkes menyerahkan 3020 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dari pemerintah.

Untuk memastikan RUU Kesehatan ini memberikan perlindungan kepada masyarakat dari produk zat adiktif tembakau, jaringan pengendalian tembakau memberikan masukan melalui DIM versi masyarakat sipil untuk upaya pengendalian tembakau melalui partisipasi publik yang diselenggarakan Kemenkes dan melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di hadapan Ketua Panja RUU Kesehatan, Melkiades Lakalena, dan anggota Panja lainnya.

Namun seiring dengan perkembangan pembahasan yang berjalan saat ini, terindikasi masukan-masukan dari jaringan masyarakat sipil untuk upaya perlindungan masyarakat dari produk zat adiktif tembakau tidak menjadi bagian dari rancangan UU ini.

Bahkan, pembicaraan Omnibus Kesehatan di tingkat kementerian mengindikasikan bahwa Kementerian Kesehatan sendirilah yang rela meluruhkan pasal-pasal penting untuk perlindungan kesehatan masyarakat yang dianggap menghambat proses pembuatan omnibus yang fokus pada investasi.

Ahmad Fanani mewakili Indonesia Institute for Social Development (IISD) mengatakan, “Dari proses legislasi RUU Omnibus Kesehatan ini kita menyaksikan, di tangan Pak Menteri Budi Gunadi Sadikin (BGS), aspirasi-aspirasi kesehatan seperti yatim piatu terabaikan, terlantar di rumah sendiri. Tak cukup dibela, tak cukup diperjuangkan’’.

‘’RUU yang harusnya menjadi rumah besar bidang kesehatan justru tak mencerminkan pemihakan pada kepentingan kesehatan,” lanjut Ahmad Fanani.

“Manakala seorang Menkes memunggungi aspirasi-aspirasi kesehatan, sejatinya ia telah kehilangan legitimasi moral sebagai Menteri Kesehatan,’’ tandas Ahmad Fanani.

‘’Bila masih mau tetap menjadi menteri, saran saya baiknya Pak BGS sekalian saja mengubah nomenklaturnya jadi ‘Menteri (Industri) Kesehatan’,” tegas Ahmad Fanani.

Jaringan masyarakat sipil untuk pengendalian tembakau juga melihat, proses pembahasan dan penyusunan rancangan UU ini cacat karena prosesnya tergesa-gesa, tidak ada transparansi kepada publik dan akuntabilitasnya dipertanyakan.

Dengan demikian, hasil penyusunan dan pembahasan RUU ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, termasuk di dalamnya substansi terkait perlindungan masyarakat dari produk zat adiktif tembakau.

“Pembahasan RUU omnibus kesehatan tertutup dan tergesa-gesa, terlihat dari website Kemenkes, update DIM sangat minim dan public hearing yang telah dilakukan seakan hanya dekoratif saja. Tidak ada jaminan partisipasi kaum muda dapat terakomodasi dengan baik,” papar Ni Made Shellasih, Project Manager IYCTC.

Exit mobile version