JAKARTA, IAINews – Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau, hari ini menyerukan sikap tegas menolak RUU Kesehatan Omnibus Law.
Koalisi yang beranggotakan 32 organisasi ini mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI menunda pengesahan RUU Kesehatan Omnibus Law.
Salah satu alasannya adalah minimnya pelibatan partisipasi publik dalam tahap penyusunan dan pembahasan, berpotensi menghilangkan kewajiban negara dalam perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan publik yang merupakan amanah konstitusi.
Saat ini, RUU Kesehatan telah disetujui sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna ke-16 masa persidangan III tahun sidang 2022-2023 pada 14 Februari 2023.
Untuk membahas RUU tersebut bersama pemerintah, Komisi IX DPR telah membentuk Tim Panitia Kerja (Panja) yang terdiri dari 27 orang dari unsur Pimpinan dan Anggota Komisi IX DPR RI.
Dari sisi pemerintah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan substansi RUU Kesehatan.
Pemerintah mendorong enam topik utama ke dalam RUU Kesehatan tersebut sesuai dengan pilar transformasi sistem kesehatan Indonesia.
Pilar tersebut adalah transformasi layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM dan teknologi kesehatan.
Di sisi lain, Menkes sering menyatakan bahwa preventif lebih utama daripada kuratif, tanpa upaya preventif Pemerintah tidak akan mampu menyediakan biaya kesehatan.
Kenyataannya, hal ini tidak sejalan dengan RUU Kesehatan yang sedang digarap di parlemen.
Pasal-pasal dalam RUU Kesehatan lebih banyak mengemukakan soal kuratif dengan dukungan industri kesehatan, mengutamakan investasi daripada kebutuhan dasar rakyat yang seharusnya menjadi prioritas.
“Kami menolak pengesahan ataupun sertifikasi di dalam undang-undang kesehatan ini,’’ kata Tulus Abadi, Ketua Harian YLKI para konferensi pers bersama Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau yang digelar hari ini di Jakarta.
‘’Pemerintah dan juga DPR jangan memaksakan, jangan merusak sistem yang sudah baik dengan undang-undang yang tidak jelas ideologinya, tidak jelas substansinya, dan tidak jelas prosesnya,’’ lanjut Tulus Abadi.
‘’Proses pembahasan yang berjalan sekarang ini harusnya dihentikan, apalagi dengan adanya upaya-upaya yang menuju penghilangan pasal zat adiktif yang menjadi upaya penghapusan regulasi mengenai produk zat adiktif ini. Ada campur tangan industri dalam hal ini,” tegas Tulus Abadi.