HOME

RUU Kesehatan Omnibus Law Berpotensi Hilangkan Kewajiban Negara Lindungi dan Penuhi Hak Atas Kesehatan Publik

Screenshot 2023 06 15 at 21.55.39
Konferensi pers Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau menulak RUU Kesehatan Omnibus Law

Pengendalian tembakau yang menyebabkan berbagai penyakit tidak akan dicapai jika tidak mengutamakan pendekatan preventif.

Perbaikan-perbaikan perlu dilakukan dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak, termasuk larangan iklan, promosi, dan sponsor.

Urgensi aturan ini seharusnya dimasukkan ke dalam RUU kesehatan itu sendiri, bukan di aturan turunan, untuk menjaga keterbukaan, melibatkan publik, dan memenuhi standar internasional yang telah ditetapkan.

Jika aturan ini terlalu teknis dan terlempar ke peraturan yang lebih rendah, risiko pengendalian tembakau yang tidak terkendali semakin meningkat, dengan peningkatan iklan yang liar dan kurangnya pengawasan publik.

Masukan dari Jaringan pengendalian tembakau dalam DIM RUU Kesehatan tidak mendapatkan tanggapan serius dari pemerintah dan DPR, menunjukkan sikap cuek mereka terhadap perhatian masyarakat terhadap dampak negatif tembakau.

Julius Ibrani, Ketua PBHI juga mengatakan bahwa RUU Kesehatan menggambarkan malicious legislation yang merupakan proses pembentukan kebijakan dengan upaya jahat, penuh tipu daya dan merugikan masyarakat.

“RUU Kesehatan tidak menjalani tahapan perencanaan, penyusunan yang layak, karena tidak terbuka, tidak partisipatif dan tidak ada rumusan identifikasi permasalahan kebijakan sektoral yang ada serta kebutuhan pemenuhan kesehatan yang belum diatur kebijakan yang ada, yang seharusnya jadi pijakan omnibus law,’’ ungkap Julius Ibrani.

‘’Terlebih, tidak diketahui siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam tahapan awal perencanaan dan penyusunan, lalu tiba-tiba lompat ke pembahasan dengan draf pasal per pasal yang sudah ada,” tambah Julius Ibrani.

Dengan demikian, menurut Julius Ibrani, RUU Kesehatan yang tidak mengakomodasi kebutuhan hak atas kesehatan publik termasuk pengendalian tembakau yang ketat seperti larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok.

Padahal mandat dari Kovenan Ekonomi, Sosial, dan Budaya (UU No. 11 Tahun 2005), lewat Komentar Umum No. 14 Paragraf 15 standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang dapat dijangkau.

RUU Kesehatan wajib ditolak, dan diproses ulang dengan partisipasi publik bermakna dan mengakomodasi kepentingan publik untuk hak atas kesehatan.

Prof. Hasbullah Thabrany, Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau, menegaskan, “Kami mendesak pemerintah tidak memaksakan untuk mengesahkan undang-undang dengan jadwal tertentu’’.

‘’Undangkan jika rakyat telah mendapat perlindungan yang jelas, utamanya terkait zat adiktif,’’ kata Hasbullah Thabrany.

‘’Kita minta agar Pemerintah dan DPR membuat aturan yang melindungi rakyat banyak bukan industri rokok ataupun yang terkait dengan industri rokok,” ujar Hasbullah Thabrany.

Exit mobile version