KOTA BENGKULU, IAINews.id – Resistensi antimikroba merupakan sebuah silent pandemic. Upaya pengendalian silent pandemic ini dilakukan PC IAI Kota Bengkulu dengan rangkaian edukasi.
Bekerjasama dengan Balai POM Bengkulu, PC IAI Kota Bengkulu melaksanakan kegiatan Penyebaran Informasi Upaya Pengendalian Antimicrobial Resistance Dan Penyalahgunaan Obat Misoprostol Tahun 2024.
Pembicara yang hadir apt Yogi Abaso Mataram, S.Si., Kepala BPOM Bengkulu dan apt Aprianto, M.Clin, Pharm, Kepala Unit Farmasi Rumkit Tk. IV 02.07.01 Zainul Arifin Bengkulu.
Hadir pula dr Erlina Panca Putri, MH, Ketua IDI Cabang Kota Bengkulu memaparkan seputar resistensi antimikroba dan penggunaan misoprostol secara umum.
Acara yang berlangsung di Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Bengkulu ini dihadiri oleh 500 audiens dari seluruh STIKES dan universitas yang memiliki Jurusan Kesehatan di Kota Bengkulu.
Yogi Abaso Mataram memaparkan, penggunaan antimikroba yang tidak sesuai baik pada manusia dan hewan merupakan faktor terbesar penyebab resistensi antimikroba.
‘’Residu antibiotik pada pangan berasal dari hewan berisiko menimbulkan resistensi antimikroba pada manusia, sehingga adanya keterhubungan antara sektor pertanian, perikanan dan lingkungan dalam upaya pengendalian silent pandemic ini yang disebut one healt approach,’’ jelas Ypgi Abaso Mataram.
Sementara itu, Aprianto menguraikan bagaimana mekanisme resistensi terjadi.
“Antbiotik menjadi resisten melalui beberapa mekanisme salah satunya mengubah target antibiotik dengan mengubah struktur bakteri, sehingga antibiotik tidak dapat mencapai target aksi antibiotik,’’ terang Aprianto.
‘’Contohnya modifikasi protein pengikat penicilin/penicillin binding proteins (PBP) oleh Methicillin-resistent Staphylococcus aureus (MRSA),’’ lanjut Aprianto.
Aprianto juga menjelaskan pembatasan penggunaan antibiotik diperlukan dengan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama dan sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotic.
‘’Prinsip penggunaan antibiotik yang rasional adalah dengan penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat,’’ jelas Aprianto.
Antusias dari para audiens terlihat dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan seputar Upaya pengendalian silent pandemic ini. Salah satu audiens menanyakan “Bagaimana cara mengedukasi masyarakat umum tentang resistensi antibiotik?”.
“Tenaga Kesehatan dan Masyarakat berperan penting dalam Upaya melawan resistensi antimikroba dengan ABC+4T, sebagai Upaya pengendalian silent pandemic ini,’’ jelas apt Yogi Abaso Mataram.