Oleh : apt Meutia Faradilla (Tim Media Nasional, PD IAI Aceh)
Sejarah Penggunaan Obat Tradisional di Indonesia
Penggunaan tanaman untuk tujuan pengobatan di Indonesia telah ada sejak zaman prasejarah, yang terbukti melalui berbagai perkakas batu di zaman neolitikum.
Bukti lainnya terdapat pada relief candi Borobudur (800-900M) di mana relief menunjukkan proses menumbuk tanaman obat untuk membuat campuran tertentu.
Pengobatan tradisional di Indonesia sudah terekam dalam catatan-catatan kuno seperti pada Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi atau pada naskah Serat Centhini.
Bukti penggunaan obat tradisional tertulis lainnya terdapat pada buku Usada atau Buku Penyembuhan, yang merupakan sekumpulan teks yang berhubungan dengan praktik penyembuhan.
Di awal tahun 1900-an, seorang perempuan Belanda yang tinggal di Semarang, Nyonya Jans Kloppenburh-Versteegh menulis buku De Platen-Atlas (The Pictorial Atlas) dan Indische en haar Geneeskracht (Indigeneus Plants and Their Healing Powers).
Nyonya Jans mengumpulkan dan menguji ratusan obat herbal sebelum ia bukukan.
Pasca kemerdekaan, pengobatan tradisional menjadi lebih populer di ndonesia karena terbatasnya stok obat konvensinal.
Sejak saat itu minat pada pengobatan tradisional semakin meningkat.
Pada tahun 1980 pemerintah mendirikan 8 pusat pengujian obat herbal yang tersebar di Pulau Jawa, Sulawesi, Sumatra, dan Bali.
Masih pada periode yang sama, Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, Rektor Unversitas Gadjah Mada (UGM) saat itu, mendirikan Research Center for Traditional Medicine di UGM.
Pusat penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi obat tradisional, memproduksi batch eksperimental, melatih staf teknis jamu, dan mengembangkan bahan baku.
Obat Tradisional di Masa Modern
Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar 2018, sebanyak 31,4% penduduk Indonesia memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional yang berupa obat herbal atau pelayanan keterampilan manual oleh penyehat tradisional.
Sementara itu, dari hasil penelitian berdasarkan survei di Indonesia yang dilakukan pada tahun 2023, didapatkan bahwa sekitar 45% responden menggunakan obat tradisional secara teratur.
Menurut definisi dari WHO pengobatan tradisional adalah sekumpulan pengetahuan, praktik, dan kepercayaan yang diadopsi dan diserap oleh berbagai kebudayaan yang digunakan untuk keperluan peningkatan kesehatan dengan cara pencegahan, diagnosis, dan pengobatan baik penyakit fisik maupun jiwa.
Integrasi di layanan udah ada. Tenaga kesehatan tradisional interkontinental. Saya baca di permenkes 17 tahin 2021 tentang izin praktek nakestrad interkontinental. Apakah ini sejalan dengan integrasi di perguruan tinggi?