HOME

Berpacu Dengan Waktu: Selamatkan Generasi Dari Bahaya Resistensi Antibiotik

OIG4

Ditulis oleh : Dr. apt. Lusy Noviani, MM (Praktisi, dan Dosen FKIK Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya)

Antibiotik, telah dikenal dan digunakan secara luas dalam dunia kesehatan untuk mengatasi infeksi. Namun pemakaian yang serampangan menjadikan manfaat antimikroba menjadi bahaya latent yang justru membahayakan kesehatan, bukan penolong sebagai mana dicita citakan oleh penemunya.

Bahaya Resistensi Antibiotik yang disampaikan oleh Alexander Fleming

Resistensi antibiotik sebenarnya merupakan mekanisme dan fenomena alam dari pertahanan bakteri, penggunaan yang berlebihan baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat, mempercepat fenomena alam ini sehingga resistensi antibiotik terjadi secara cepat dan global di seluruh dunia .1,2 Oleh sebab itu sejak tahun 2015, Resistensi Antibiotik menjadi prioritas utama World Health Organization (WHO) melalui program “Global action plan on antimicrobial resistance”, untuk memastikan pencegahan dan pengobatan penyakit menular dengan obat-obatan yang aman dan efektif 1,2

Bagaimana mekanisme resistensi ini terjadi?

Resistensi antibiotik terjadi ketika antibiotik tidak memiliki kemampuan membunuh bakteri sehingga bakteri menjadi kebal dan infeksi sulit disembuhkan.

Dampak dari resistensi tidak hanya memperpanjang durasi perawatan kesehatan, namun juga berdampak pada peningkatan risiko morbiditas, maupun mortalitas, dan meningkatkan penyebaran penyakit infeksi, sehingga menjadi beban ekonomi tidak hanya keluarga, namun juga negara

 

Apa upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi resistensi antibiotik?

Tindakan segera harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat, untuk mencegah era “Pasca Antibiotik” dimana pada era tersebut tidak ada antibiotik yang mampu mengobati infeksi, walaupun infeksi ringan.

Oleh karena itu, berbagai langkah perlu dilakukan secara serentak baik dari tenaga kesehatan, industri farmasi, masyarakat maupun pemerintah.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah memulai Program Pengendalian Resistensi Antimikroba dengan menetapkan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di Rumah Sakit yang diatur dalam Permenkes RI No. 8/2015. 5

Program pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan gerakan pengendalian secara terpadu yang melibatkan hampir seluruh tenaga profesi kesehatan di rumah sakit, termasuk juga Apoteker.

Keterlibatan Apoteker dalam tim PPRA, memiliki peran yang sangat vital, antara lain dalam proses seleksi dan penyediaan antibiotik, melakukan pengkajian penggunaan antibiotik, dan berperan aktif dalam membuat serta implementasi kebijakan dan Program PPRA.

Exit mobile version