JAKARTA, IAINews.com – Ikatan Apoteker Indonesia, pada Sabtu, 13 Mei 2023 mengelar Rumah Apoteker Indonesia (RAI) dengan narasumber Masbuhin, SH, MM, MH serta Dr Drs Apt Chazali Situmorang secara daring.
Acara ini merupakan upaya IAI untuk mensosialisasikan keputusan organisasi untuk meminta DPR RI dan pemerintah membahas RUU Kesehatan Omnibus Law yang dipandang menyimpan potensi masalah sangat besar.
Masbuhin adalah advokat yang dikenal dengan sapaan Cak Buhin dan selama ini secara kritis mendalami isi RUU Kesehatan Omnibus Law. Ia adalah advokat dan Co Lawyer PABOI Jawa Timur dan Jaringan RS Muhammadiyah se Jawa Timur.
Dalam paparan yang berjudul Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) : Single bar System is a Must, Cak Buhin menyampaikan bahwa UU Kesehatan yang disusun dengan metode omnibus law dan terdiri dari 20 bab dan 478 pasal dengan meng-Omnibus law kan 9 UU tersebut memunculkan problematika hukum.
Kedua problematika tersebut adalah proses lahir hingga pembahasannya, serta isi RUU Kesehatan itu sendiri.
Secara materi, cak Buhin melihat adanya inkonsistensi pasal, isu kriminalisasi, diskriminatif serta menghilangkan kewenangan pokok dan strategis organisasi profesi kesehatan.
Cak Buhin kemudian menunjuk sejumlah pasal yang mempreteli tugas, fungsi dan kewenangan Organisasi Profesi dalam menjaga etika profesi.
‘’Dalam pasal 274 disebutkan, Konsil setiap kelompok tenaga kesehatan mempunyai fungsi e. melakukan pembinaan di bidang teknis keprofesional. Bedakan dengan bunyi pasal 8 huruf (f) UU No 29/2004,’’ terang cak Buhin.
Dalam pasal itu disebutkan, melakukan pembinaan bersama OP terhadap tenaga kesehatan mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh OP.
‘’Disini dihilangkah kewenangan dan peran OP melakukan pembinaan anggota, pelaskanaan etika profesi dan penetapan etika profesi oleh OP,’’ tandas cak Buhin.
Dalam pasal 314 masih terdapat semangat OP adalah single bar, namun dalam DIM pemerintah no 1484 kolom 4 menyatakan, OP Kesehatan dihapus dan berubah dari single bar ke multi bar.
Dari sinilah OPK yang selama ini eksis akan memasuki sejarah baru dalam sebuah ketidakpastian hukum dan kewenangan yang dimiliki, lalu terkotak dalam kelompok dan paguyuban. Lalu ditundukkan dalam UU No 17 Tahun 2013 Tentant Ormas.
‘’Implikasi hukumnya, Organisasi Profesi Kesehatan, adanya seperti tidak adanya,’’ tegas cak Buhin.